[Berikut
ini adalah artikel tentang Liturgi, yang ditulisberdasarkan atas
korespondensi/diskusi dengan Rm. Boli Ujan SVD, seorang pakar Liturgi di tanah
air, dan salah satu pembimbing situs katolisitas.org. Apa yang tertulis di sini
telah disetujui oleh beliau.]
Partisipasi
aktif dan sadar
Karena Liturgi merupakan perayaan
karya keselamatn yang dilakukan oleh Kristus dalam kesatuan Gereja-Nya, maka
kita yang adalah anggota-anggota-Nya harus turut mengambil bagian secara aktif
di dalam Liturgi. Mengapa? Karena Liturgi dimaksudkan sebagai karya Kristus dengan melibatkan kita
anggota-anggota-Nya, yaitu karya keselamatn Allah yang diperoleh melalui
Misteri Paska Kristus, yaitu: wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga.
Kita disatukan dalam Misteri Paska Kristus ini, dengan membawa persembahan
hidup kita ke hadapan Allah, dan dengan inilah kita menjalankan mertabat
Pembaptisan kita sebagai umat pilihan Allah.
Redemptionis
Sacramentum (RS) 36 Perayaan Misa,
sebagai karya Kristus serta Gereja, merupakan pusat seluruh hidup Kristiani, baik untuk Gereja universal maupun
untuk Gereja partikular, dan juga untuk tiap-tiap orang beriman, yang terlibat
di dalamnya “pada cara-cara berbeda sesuai dengan keanekaragaman jenjang,
pelayanan dan partisipasi nyata.” Dengan cara ini umat Kristiani, “bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, milik Allah sendiri”,
menunjukkan jenjang-jenjangnya menurut susunan hirarki yang rapih. “Adapun imamat umum kaum beriman dan imamat jabatan atau hirarkis, kendati
berbeda hakekatnya dan bukan hanya tingkatannya, saling terarahkan. Sebab keduanya dengan cara khasnya
masing-masing mengambil bagian dalam
satu imamat Kristus.”
RS 37 Maka partisipasi kaum beriman
awam dalam Ekaristi dan dalam perayaan-perayaan gerejawi lain, tidak boleh
merupakan suatu kehadiran melulu, apalagi suatu kehadiran pasif, sebaliknya
harus sungguh dipandang sebagai suatu
ungkapan iman dan kesadaran akan martabat pembaptis.
Partisipasi secara aktif dan sadar
ini terlihat dari keikutsertaan umat dalam aklamasi-aklamasi yang diserukan oleh
umat, jawaban-jawaban tertentu, lagu-lagu mazmur dan kidung, gerak-gerik
penghormatan, menjaga keheningan yang suci pada saat-saat tertentu, dan adanya
rubrik-rubrik untuk peranan umat. Di samping itu peluang partisipasi umat dapat
diwujudkan dalam pemilihan lagu-lagu, doa-doa, pembacaan teks Kitab Suci, dan
dekorasi Gereja. Keikutsertaan umat ini tujuannya adalah untuk semakin
meningkatkan penghayatan akan sabda Allah dan misteri Paska Kristus yang sedang
dirayakan (lih. RS 39). Namun demikian, di atas semua itu, partisipasi aktif
dan sadar ini menyangkut sikap batin, yang semakin menghayati dan mangagumi
makna perayaan Ekaristi:
RS 40 Akan tetapi, meskipun perayaan
liturgis menuntut partisipasi aktif semua orang beriman, belum tentu berarti
bahwa setiap orang harus melakukan kegiatan konkrit lain di samping tindakan
dan gerak-gerik umum, seakan-akan setiap orang wajib melakukan satu tugas
khusus dalam perayaan Ekaristi. Sebaliknya, melalui intruksi katekis harus
diusahakan dengan tekun untuk memperbaiki pendapat-pendapat serta
praktek-praktek yang dangkal itu, yang selama beberapa tahun terakhir ini
sering terjadi. Katekese yang benar akan menanam kembali dalam hati seluruh
orang Kristiani kekaguman akan mulianya
serta agungnya misteri iman, yakni Ekaristi.... seluruh hidup Kristiani
yang mendapat kekuatan daripadanya dan sekaligus tertuju kepadanya....
Tentang sikap batin ini, Redemptionis Sacramentum mengajarkan:
“Maka, haruslah menjadi jelas buat semua, bahwa Tuhan tidak dapat dihormati
dengan layak kecuali pikiran dan hati diarahkan kepada-Nya... (RS 26) Oleh
karena itu, .... semua umat harus sadar bahwa untuk mengambil bagian di dalam
kurban Ekaristi adalah tugas dan martabat mereka yang utama. Dan maka bahwa
bukan dengan cara yang pasif dan asal-asalan/malas, melantur da melamun, tetapi
dengan cara penuh perhatian dan konsentrasi, mereka dapat dipersatukan dengan
se-erat mungkindengan Sang Imam Agung, sesuai dengan perkataan Rasul Paulus,
“Hendaklah kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus
Yesus” (Flp 2:5) Dan bersama dengan Dia dan melalui Dia hendaklah mereka
membuat persembahan, dan di dalam kesatuan dengan Dia, biarlah mereka
mempersembahkan diri mereka sendiri (RS 80). “....menaruh pikiran yang terdapat
juga dalam Kristus Yesus” mensyaratkan bahwa semua orang Kristen harus
mempunyai, sedapat mungkin secara manusiawi, sikap batin yang sama dengan yang telah terdapat pada Sang Penebus
ilahi ketika Ia mempersembahkan Diri-Nya sebagai korban. Artinya mereka
harus mempunyai sikap kerendahan hati, memberikan penyembahan, hormat, pujian
dan syukur kepada Tuhan yang Maha tinggi dan maha besar. Selanjutnya, artinya
mereka harus mengambil sikap seperti halnya sebagai kurban, [yaitu] bahwa
mereka menyangkal diri mereka sendiri sebagaimana diperintahkan di dalam Injil,
bahwa mereka dengan sukarela dan dengan kehendak sendiri melakukan pertobatan
dan tiap-tiap orang membenci dosa-dosanya dan membayar denda dosanya. Dengan
kata lain merekaharus mengalami kematian mistik dengan Kristus di kayu salib,
sehingga kita dapat menerapkan kepada diri kita sendiri perkataan Rasul Paulus,
“Aku telah disalibkan dengan Kristus” (Gal 2:19) (RS, 81)
“.... Jelaslah penting bahwa ritus
kurban persembahan yang diucapkan secara kodrati, menandai penyembahan yang ada
di dalam hati. Kini kurban Hukum yang Baru menandai bahwa penyembahan tertinggi
di mana Sang Kepala yang mempersembahkan diri-Nya, yaitu Kristus, dan di dalam
kesatuan dengan Dia dan melalui Dia, semua anggota Tubuh Mistik-Nya memberi
kepada Tuhan penghormatan dan sembah sujud yang layak bagi-Nya. (RS 93)....
Agar persembahan di mana umat beriman mempersembahkan Kurban ilahi di dalam
kurban ini kepada Bapa Surgawi memperoleh hasil yang penuh, adalah penting
bahwa orang-orang menambahkan.... persembahan
diri mereka sendiri sebagai kurban (RS 98). Maka semua bagian liturgi, akan
menghasilkan di dalam hati kita keserupaan dengan Sang Penebus ilahimelalui
misteri salib, menurut perkataan Rasul Paulus, “Aku telah disalibkan dengan
Kristus. Aku hidup namun bukan aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang
hidup di dalam aku.” (Gal 2:19-20) Jadi kita menjadi kurban.... bersama dengan
Kristus, untuk semakin memuliakan Bapa yang kekal.” (RS 102)
Penyesuaian
liturgi bertujuan untuk meningkatkan peran serta para peraya secara aktif
Liturgi, sebagai karya Gereja (karya
Kristus dan anggota-anggota-Nya) mengalami perkembangan dan penyesuaian; dan hal
ini kita lihat dalam sejarah Gereja. Sebab bagaimanapun, liturgi menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari Gereja, dan karena itu segala bentuk penyesuaiannya
harus semakin mendorong partisipasi umat di dalamnya dan mengarahkan umat
kepada peningkatan penghayatan akan maknanya yang luhur.
Romo Boli Ujan SVD, seorang pakar
liturgi di tanah air dan salah seorang narasumber di situs ini, pernah menulis
di artikel tentang Penyesuaian dan Inkulturasi liturgi, demikian: “Arah
penyesuaian liturgi dari pihak para peraya sekaligus mengingatkan kita akan
tujuan dari penyesuaian liturgi yaitu agar para peraya dapat dengan mudah dan
jelas serta aktif mengambil bagian dalam perayaan. Dengan demikian kita lebih
mampu memahami tindakan Tuhan dan bersyukur kepada-Nya. ....Liturgi adalah perayaan pertemuan antara
Allah dengan manusia dan antara anggota persekutuan satu sama lain yang
disatukan dalam Allah. Kehadiran Allah dalam liturgi ini merupakan hal pokok
yang tidak dapat digantikan oleh yang lain. Inilah yang membuat keseluruhan
suasana perayaan menjadi kudus dan berbeda dengan suasan profan....
[Namun] Sering penyesuaian liturgi
dipandang sebagai kegiatan satu arah saja yaitu upaya dari pihak Allah dan para
petugas khusus untuk membuat liturgi itu menjadi relevan dan sesuai dengan para
peraya. Padahal liturgi merupakan pertemuan antara Allah dan manusia, di
dalamnya terjadi dialog bukan monolog. Liturgi
sebagai karya Allah ditanggapi oleh para peraya. Maka penyesuaian dari
pihak Allah dan para petugas khusus dalam liturgi perlu ditanggapi oleh semua
peraya. Dalam liturgi manusia harus berusaha menyesuaikan diri dengan Allah
serta rencan-rencana-Nya, dan menyesuaikan diri dengan pedoman-pedoman liturgi terutama
pedoman umum mengenai hal-hal pokok dan penting yang dipandang sebagai unsur
pembentuk liturgi. Arah penyesuaian terakhir sering kurang mendapat perhatian
dalam pembicaraan mengenai pokok ini, sebab yang lebih diutamakan dalam diskusi
dan proses penyesuaian liturgi adalah segala upaya membuat liturgi itu sesuai
atau cocok untuk para peraya. Kalau demikian penyesuaian liturgi menjadi
pincang.”
Beberapa
Pelanggaran Liturgi dalam Perayaan Ekaristi
Setelah kita mengetahui pengertian tentang
liturgi, mari kita lihat bersama adanya pelanggaran-pelanggaran yang umum terjadi
di dalam liturgi Perayaan Ekaristi, yang biasanya didasari oleh kekurangpahaman
ataupun ketidakseimbangan dialog antara pihak Allah dan pihak peraya. Dewasa ini,
ada kecenderungan untuk terlalu mengikuti kehendak para peraya, sampai mengesampingkan
apa yang sebenarnya menjadi hal prinsip yang menjadi kehendak Allah, atau yang
selayaknya diberikan kepada Allah sebagai ungkapan penghargaan kita akan
Misteri Paska yang kita rayakan dalam liturgi. Kekurangpahaman atau ketimpangan
penyesuaian dalam liturgi ini melahirkan banyak pelanggaran-pelangggaran, dan
berikut ini adalah contohnya:
Pelanggaran sehubungan
dengan persiapan batin sebelum mengikuti Misa Kudus:
1. Tidak berpuasa sedikitnya sejam sebelum
menerima Komuni
Seharusnya:
KHK Kan. 919
§ 1 Yang akan menerima Ekaristi Mahakudus
hendaknya berpantang dari segala macam
makanan dan minuman selama waktu
sekurang-kurangnya satu jam sebelum komuni, terkecuali air semata-mata dan
obat-obatan.
Maksud puasa sebelum Komuni tentu
adalah untuk semakin menyadarkan kita bahwa yang akan kita santap dalam
Ekaristi adalah bukan makanan biasa, namun adalah Tuhan sendiri: yaitu Kristus
Sang Roti Hidup, yang dapat membawa kita kepada kehidupan kekal (lih .Yoh 6:56-57)
2. Menggunakan pakaian yang tidak/kurang sopan
ke Gereja, datang terlambat, ngobrol,
berBBM/SMS di Gereja, makan dan minum di dalam Gereja (terutama anak-anak),
anggota koor yang minum sebelum/sesudah bertugas, umat saat menunggu dimulainya
Perayaan Ekaristi.
Seharusnya:
KGK 1387 ....Di dalam sikap (gerak-gerik,
pakaian) akan terungkap penghormatan, kekhidmatan, dan kegembiraan yang sesuai
dengan saat di mana Kristus menjadi tamu kita. (CCC 1387 .... Bodily demeanor (gestures, clothing) ought
to convey the respect, solemnity, and joy of this moment when Christ becomes
our guest)
Sudah sewajarnya dan sepantasnya
jika kita memberikan penghormatan kepada Allah yang kita jumpai di dalam
liturgi. Jika sikap seenaknya tidak kita lakukan jika kita sedang bertemu bapak
Presiden, maka selayaknya kita tidak bersikap demikian kepada Tuhan yang kita
jumpai di gereja.
3. Tidak memeriksa batin, namun tetap
menyambut Komuni meskipun dalam keadaan berdosa berat
Seharusnya:
RS 81 Kebiasaan sejak dahulu kala
menunjukkan bahwa setiap orang harus memeriksa batinnya dengan mendalam, dan
bahwa setiap orang yang sadar telah
melakukan dosa berat tidak boleh menyambut Tubuh Tuhan kalau tidak terlebih
dahulu menerima Sakramen Tobat, kecuali jika ada alasan berat dan tidak
tersedia kemungkinan untuk mengaku dosa; dalam hal itu ia harus ingat bahwa ia
harus membuat doa tobat sempurna, dan dalam doa ini dengan sendirinya tercantum
maksud untuk mengaku dosa secepat mungkin (lih. KGK 1385, KHK Kan 916, Ecclesia de Eucharistia, 36)
Dosa berat memisahkan kita dari
Kristus, dan karena itu untuk bersatu dengan-Nya kita harus meninggalkan dosa
tersebut, dan mengakukannya di dalam sakramen Tobat. Contoh dosa berat ini
misalnya jika hidup dalam perkawinan yang tidak sah menurut hukum Gereja
Katolik, atau hidup dalam perzinahan/percabulan, atau dalam keadaan kecanduan
obat-obatan, dst. Kekecualian akan “adanya alasan berat dan tidak tersedia
kemungkinan mengaku dosa”, contohnya adalah bahaya maut, atau jika tinggal di
daerah terpencil di mana Komuni dibagikan oleh seorang asisten imam dalam waktu
sekian minggu sekali.
Bersambung ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar