Kamis, 14 Juni 2012

MISTERI ALLAH TRITUNGGAL

                Minggu kemarin kita memperingati Hari Raya Pentakosta, yang intinya Roh Kudus dicurahkan ke dalam diri para murid. Dengan daya Roh Kudus yang dicurahkan dalam diri para murid, memampukan mereka untuk memberikan kesaksian kepada orang lain. Roh Kuduslah yang menggerakkan dan membimbing perjalanan Gereja. Sekarang ini kita merayakan Hari Raya Gereja, yaitu Tritunggal Mahakudus. Pesta ini merupakan rangkuman seluruh tahun liturgi. Dan memang tepat, sebab dogma atau ajaran mengenai Tritunggal merupakan rangkuman seluruh iman dan ajaran Kristen.
                Allah bertindak, dalam Kristus dan oleh Roh Kudus. Karya Yesus dan karya Roh Kudus, merupakan karya Allah. Gereja perdana yakin bahwa dalam diri Kristus, dan dalam Roh Kudus, karya keselamatan Allah terlaksana. Yang melakukan karya keselamatan adalah Allah, yang disebut Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Karya keselamatan itu secara konkrit – historis terlaksana dalam Kristus. Rencana karya keselamatan itu sudah ada sebelum Yesus melaksanakannya dengan cara penebusan (salib). Kristus itu jalan keselamatan Allah menurut rencana sejak semula. Sebagai inti karya Allah itu disebut pewahyuan rencana Allah dalam Kristus. Tetapi dengan karya Kristus saja, karya Allah belum lengkap. Karya itu diteruskan oleh Roh Kudus yang merupakan “jaminan” kepenuhan penebusan pada akhir zaman.
                Ketika berbicara tentang Tritunggal, muncul berbagai persoalan. Bagaimana mungkin memahami : Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus. Apakah orang Kristiani itu mempunyai tiga Allah? Atau apakah Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus itu sama?
                Dahulu orang memandang dunia ini sebagai drama yang dilakonkan oleh Allah sendiri. Di dalam drama ini ada tiga pemeran. Allah Bapa berperan sebagai “pengasal” tindakan penyelamatan, Allah Putera sebagai “pelaksan”-nya, sedangkan Allah Roh Kudus “melanjutkannya”. Ketiga pelaku menjalankan peran yang berbeda-beda dengan maksud dan tujuan sama, yakni penyelamatan dunia beserta isinya. Pelaku dalam lakon disebut “proosopon” (Yunani) atau “persona” (Latin) yang diindonesiakan sebagai “pribadi”. Kata Yunani dan Latin itu biasa dipakai untuk menunjuk pada gambar wajah atau topeng yang dikenakan pelaku sehingga para hadirin langsung menangkap peran mana sedang dijalankan.
                Cara berungkap dengan bahasa lakon seperti ini dulu mudah menghimbau perhatian orang banyak dan oleh karenanya dipakai untuk menjelaskan karya penyelamatan. Jalan pemikirannya demikian : karya penyelamatan itu berasal dari Bapa dan dilaksanakan oleh Putera yang diutus ke dunia, dan kemudian dijaga keberlangsungannya oleh Roh Kudus. Demikianlah muncul iman mengenai Tritunggal dalam hubungan dengan karya penyelamatan. Iman ini menjelaskan inti Keilahian pula. Kesatuan antara ketiga pribadi itu sedemikian mendalam sehingga keesaan Allah tidak berubah. Bapa, Putera dan Roh Kudus ialah tiga pribadi dari Allah yang satu.
                Masih samakah makna iman akan Tritunggal itu bagi kita dalam masyarakat dewasa ini? Ya. Mereka dulu berusaha semakin mengenali karya penyelamatan di dalam macam-macam keadaan, begitu pula kita. Yang beranekaragam wujudnya ialah peluang nyata serta ungkapan untuk ikut serta membangun dunia yang baru, dunia yang bisa dikatakan “semakin diselamatkan” Allah. Percaya bahwa ada karya penyelamatan sendiri sebenarnya sudah dapat menjadi bentuk keikutsertaan dalam karya ilahi itu. Mengimani Tritunggal bukan sekedar mengucapkan “aku percaya”, tapi juga ikut serta membangun dunia yang makin layak dan menjaganya agar tidak merosot. Itulah arti “selamat” dalam bahasa yang dimengerti orang sekarang. Pemahaman ini dapat membuat iman makin hidup.
                Gereja berpegang teguh pada dogma ini karena ini merupakan rangkuman seluruh karya keselamatan Allah. Isi dogma ini bukan teori, melainkan praktek kehidupan. Isinya tidak pertama-tama mengenai hidup Allah dalam diriNya sendiri, melainkan mengenai karya keselamatan Allah bagi manusia. Keyakina pokok yang terungkap disini ialah bahwa Allah sungguh memberikan diriNya kepada manusia. Kalau hanya “dengan perantaraan “nabi-nabi” (Ibr 1:1), belum Allah sendiri. Maka akhirnya “dengan perantaraan anaknya, yang ditetapkan sebagai pewaris segala-galanya, karena oleh Dia dibuatNya alam semesta. Maka dari itu, sebagai inti pokok iman akan Allah Tritunggal adalah keyakinan bahwa Allah (Bapa) menyelamatkan manusia dalam Kristus (Putra) oleh Roh Kudus. Ajaran pokok mengenai Allah Tritunggal pertama-tama berbicara bukan mengenai hidup Allah dalam dirinya sendiri, melainkan mengenai misteri Allah yang memberikan diri kepada manusia.

Salam dan berkat
Rm. Indri,  SCY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar