Minggu
kemarin kita memperingati Hari Raya Pentakosta, yang intinya Roh Kudus
dicurahkan ke dalam diri para murid. Dengan daya Roh Kudus yang dicurahkan
dalam diri para murid, memampukan mereka untuk memberikan kesaksian kepada
orang lain. Roh Kuduslah yang menggerakkan dan membimbing perjalanan Gereja.
Sekarang ini kita merayakan Hari Raya Gereja, yaitu Tritunggal Mahakudus. Pesta
ini merupakan rangkuman seluruh tahun liturgi. Dan memang tepat, sebab dogma
atau ajaran mengenai Tritunggal merupakan rangkuman seluruh iman dan ajaran
Kristen.
Allah
bertindak, dalam Kristus dan oleh Roh Kudus. Karya Yesus dan karya Roh Kudus,
merupakan karya Allah. Gereja perdana yakin bahwa dalam diri Kristus, dan dalam
Roh Kudus, karya keselamatan Allah terlaksana. Yang melakukan karya keselamatan
adalah Allah, yang disebut Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Karya keselamatan itu
secara konkrit – historis terlaksana dalam Kristus. Rencana karya keselamatan
itu sudah ada sebelum Yesus melaksanakannya dengan cara penebusan (salib).
Kristus itu jalan keselamatan Allah menurut rencana sejak semula. Sebagai inti
karya Allah itu disebut pewahyuan rencana Allah dalam Kristus. Tetapi dengan
karya Kristus saja, karya Allah belum lengkap. Karya itu diteruskan oleh Roh
Kudus yang merupakan “jaminan” kepenuhan penebusan pada akhir zaman.
Ketika
berbicara tentang Tritunggal, muncul berbagai persoalan. Bagaimana mungkin
memahami : Allah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus. Apakah orang Kristiani itu mempunyai tiga Allah? Atau apakah Allah
Bapa, Putra, dan Roh Kudus itu sama?
Dahulu
orang memandang dunia ini sebagai drama yang dilakonkan oleh Allah sendiri. Di
dalam drama ini ada tiga pemeran. Allah Bapa berperan sebagai “pengasal”
tindakan penyelamatan, Allah Putera sebagai “pelaksan”-nya, sedangkan Allah Roh
Kudus “melanjutkannya”. Ketiga pelaku menjalankan peran yang berbeda-beda
dengan maksud dan tujuan sama, yakni penyelamatan dunia beserta isinya. Pelaku
dalam lakon disebut “proosopon” (Yunani) atau “persona” (Latin) yang
diindonesiakan sebagai “pribadi”. Kata Yunani dan Latin itu biasa dipakai untuk
menunjuk pada gambar wajah atau topeng yang dikenakan pelaku sehingga para hadirin
langsung menangkap peran mana sedang dijalankan.
Cara
berungkap dengan bahasa lakon seperti ini dulu mudah menghimbau perhatian orang
banyak dan oleh karenanya dipakai untuk menjelaskan karya penyelamatan. Jalan
pemikirannya demikian : karya penyelamatan itu berasal dari Bapa dan
dilaksanakan oleh Putera yang diutus ke dunia, dan kemudian dijaga
keberlangsungannya oleh Roh Kudus. Demikianlah muncul iman mengenai Tritunggal
dalam hubungan dengan karya penyelamatan. Iman ini menjelaskan inti Keilahian
pula. Kesatuan antara ketiga pribadi itu sedemikian mendalam sehingga keesaan
Allah tidak berubah. Bapa, Putera dan Roh Kudus ialah tiga pribadi dari Allah
yang satu.
Masih
samakah makna iman akan Tritunggal itu bagi kita dalam masyarakat dewasa ini?
Ya. Mereka dulu berusaha semakin mengenali karya penyelamatan di dalam
macam-macam keadaan, begitu pula kita. Yang beranekaragam wujudnya ialah
peluang nyata serta ungkapan untuk ikut serta membangun dunia yang baru, dunia
yang bisa dikatakan “semakin diselamatkan” Allah. Percaya bahwa ada karya
penyelamatan sendiri sebenarnya sudah dapat menjadi bentuk keikutsertaan dalam
karya ilahi itu. Mengimani Tritunggal bukan sekedar mengucapkan “aku percaya”,
tapi juga ikut serta membangun dunia yang makin layak dan menjaganya agar tidak
merosot. Itulah arti “selamat” dalam bahasa yang dimengerti orang sekarang.
Pemahaman ini dapat membuat iman makin hidup.
Gereja
berpegang teguh pada dogma ini karena ini merupakan rangkuman seluruh karya
keselamatan Allah. Isi dogma ini bukan teori, melainkan praktek kehidupan.
Isinya tidak pertama-tama mengenai hidup Allah dalam diriNya sendiri, melainkan
mengenai karya keselamatan Allah bagi manusia. Keyakina pokok yang terungkap
disini ialah bahwa Allah sungguh memberikan diriNya kepada manusia. Kalau hanya
“dengan perantaraan “nabi-nabi” (Ibr 1:1), belum Allah sendiri. Maka akhirnya “dengan
perantaraan anaknya, yang ditetapkan sebagai pewaris segala-galanya, karena
oleh Dia dibuatNya alam semesta. Maka dari
itu, sebagai inti pokok iman akan Allah Tritunggal adalah keyakinan bahwa Allah
(Bapa) menyelamatkan manusia dalam Kristus (Putra) oleh Roh Kudus. Ajaran
pokok mengenai Allah Tritunggal pertama-tama berbicara bukan mengenai hidup
Allah dalam dirinya sendiri, melainkan mengenai misteri Allah yang memberikan
diri kepada manusia.
Salam dan berkat
Rm. Indri, SCY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar